Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pendakian Perdana di Gunung Egon Sikka

(Kawah Gunung Egon)

Sampai pada akhir masa kuliah di Maumere, saya belum pernah mendaki Gunung Egon. Sebenarnya sudah banyak kali berencana. Tapi entah kenapa belum pernah tercapai. 

Hingga tibalah kesempatan perdana itu. Pada Juli 2022 untuk pertama kalinya saya bisa mendaki gunung. 

Puncak Tertinggi Nian Tana Sikka 

Gunung Egon terletak di Kabupaten Sikka, Pulau Flores, NTT. Tepatnya di Desa Egon, Kecamatan Waigete. Sekitar satu jam berkendara dari Kota Maumere. 

(Puncak Egon dari kejauhan)

Egon merupakan jenis stratovolcano, yakni gunung berapi kerucut. Bentuknya curam dan tanahnya dari lava dan abu vulkan. Jadi, bila kena air akan licin, kalau terik akan rapuh.    

Egon memiliki ketinggian 1703 mdpl atau setara dengan 5587 kaki. Tak terbayangkan rasanya berada di puncak tertinggi Nian Tana Sikka. 

Bukit Andalan

Egon bisa menjadi medan pendakian yang cukup ramah bagi para pemula. Jalurnya yang zig-zag lumayan mudah ditempuh. 

Bagi pemula bisa sekitar 3 jam. Bagi yang sudah terbiasa bisa dicapai dengan 1,5 jam.

Dulu ada dua teman saya yang pergi saat siang hari dan turun kembali pada sorenya. 

Namun, rasanya kurang lengkap kalau tak berkemah kaki gunung. Tidur di antara naungan pohon eukaliptus khas gunung berapi tentu punya cerita yang berkesan.

Demikianlah saya dengan teman-teman. Kami tiba pada Sabtu sore agar bisa bermalam terlebih dulu. 

(Berkemah di Bukit Andalan)

Kami pun mendirikan tenda di Bukit Andalan. Bukit ini, tempat yang cocok untuk mendirikan tenda. Bidangnya datar hampir seluas lapangan bola sepak.

Oia, kebetulan saya ikut pendakian bersama komunitas rohani kaum muda, Komunitas Go Jesus di Maumere. Mereka sudah pernah mendaki sebelumnya. 

Beruntung bisa ikut dengan teman-teman yang sudah punya pengalaman. Apalagi tenda juga dari mereka yang siap. 

Batas Vegetasi 

Keesokannya, pada Minggu pagi selepas dini hari kami mulai mendaki. 

Saat itu, gelap gulita dan amat dingin. Kami menyusuri hutan – melintasi jalan berkelok menuju puncak. Sayangnya saya tak punya senter kepala, sehingga bermodal senter hp saja.

Jalur pendakian yang paling eksotis itu di bagian batas vegetasi. Wilayah di antara batas hutan dan punggung gunung. 

(Di wilayah batas vegetasi)

Tak ada pepohonan besar di sini. Hutan eukaliptus telah jauh tertinggal.

Yang tumbuh hanyalah santigi gunung (vaccinium varingifolium). Sejenis tanaman perdu yang berpucuk merah. 

Saya pikir tanaman ini seperti bonsai sedang. Bentuknya ramping dan tingginya sepinggang. Buahnya kecil seperti manik-manik. Kalau matang berwarna hitam, rasanya asam sekaligus manis.

Kami tiba di batas vegetasi saat fajar sudah perlahan menyingsing. Rasanya waktu untuk kami berhenti cukup lama di sini. Karena masing-masing sudah kasih keluar senjata andalan untuk berfoto ria. 

Puncak Bayangan

Sejak dari batas vegetasi aroma belerang telah terasa. Sebaiknya perlu menyiapkan masker atau sapu tangan selama pendakian.

Sebelum mencapai puncak Egon, terdapat satu tempat yang biasanya disebut puncak bayangan.

Entah kenapa dinamakan demikian. Mungkin sewaktu tiba di sini terlihat seolah inilah puncaknya. Padahal puncak yang sesungguhnya berada di baliknya. 

(Salah satu spot foto di puncak bayangan)

Meski demikian puncak bayangan ini juga salah satu spot foto favorit. 

Ada satu titik yang agak menyimpang dari jalur pendakian. Di sini paling pas foto sewaktu kabut atau awan putihnya menyembul.   

Merayakan Misa di Puncak Egon 

Selepas dari puncak bayangan, perlu melewati bahu lereng menuju bibir kawah. Sekitar 120 meter lagi. 

Sepanjang lereng ini mesti lebih berhati-hati lagi, karena kemiringannya 40 derajat. Posisi badan mesti miring ke kiri. Karena di samping kanan, di sisi selatan, terpampang jurang terjal bekas jalur lava.

Dengan titian kaki yang semakin sempit, lebih pendek dari penggaris plastik, serta terpaan angin yang kian keras sungguh memompa jantung.

Namun, bibir kawah yang telah nampak dari bawah menjadi tanda semangat untuk terus melangkah sampai puncak.

***

Kami semua tersenyum gembira saat tiba di puncak Egon. Betapa senang karena tak ada satupun teman yang berhenti di tengah jalan. Semuanya bisa mendaki hingga akhir. 

Saat di puncak, sekali lagi, masing-masing kembali mengeluarkan senjata andalan. Mungkin kami semua foto sampai beterai hp nyaris merah. Saking senang ada di puncak Egon. 

Kami juga sempat turun ke kawah Egon untuk mengambil foto. Waktu turun ke sana lumayan gampang. Nah, pas naik kembali begitu sulit, karena tak ada jalur atau jalan setapaknya. 

Di dalam kawah ada titik-titik semburan asap belerang. Pertanda gunung ini masih aktif. Ada juga sebuah lubang hitam besar. Apakah itu menuju ke perut gunung?

(Mengikuti misa di puncak gunung)

Kami pun melanjutkan dengan misa yang dipimpin Pater David Lemewu, MGL. Kalau saya merenung kembali, terasa seperti ada makna filosofis. Karena perdana mendaki gunung langsung turut merayakan ekaristi. Bersyukur sekali.

Ada juga hal berkesan yang saya syukuri. Bahwa sepanjang jalur pendakian tidak ada sampah yang berserakan. 

Persoalan sampah di gunung amat urgen. Seiring meningkatnya orang-orang yang mendaki, semakin bertambah pula jumlah sampanh di gunung. 

Coba saja cek di Youtube, gunung-gunung di Indonesia yang terkenal kotor. Bagaimanakah solusi yang terbaik atas persoalan ini?

Semoga saja alam yang masih asri dan bersih di Gunung Egon terus terjaga ke depannya. 

Entah kapan lagi saya bisa kembali untuk mendaki Gunug Perdana ini? Entah gunung mana lagi yang akan saya puncaki selanjutnya?

Btw, di bawah kaki Gunung Egon mengalir sumber air panas. Orang-orang menyebutnya Air Panas Blidit. Nantikan postingan selanjutnya tentang air panas yang masih alami tersebut.   





2 comments for " Pendakian Perdana di Gunung Egon Sikka"

  1. Egon memang punya daya tarik sendiri saat masuk ke daerah maumere via larantuka. Panorama dari jauh sangat memanjakan mata. Dalam bucket list saya,nama egon selalu masuk perencanaan, berarengan dengan Ile Ape dan Ile boleng.
    Semoga di tahun2 mendatang, pendakian kesana bisa terwujud.
    Sukses selalu yose bataona, tulisannya membuat saya rindu akan kopi dan jagung titi flores😀

    ReplyDelete