Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Berkunjung ke Tanjung Kajuwulu (Bagian 1)



Di Maumere terdapat suatu destinasi alam yang komplet. Tempat yang memadukan dua panorama berbeda, bukit dan pantai. Namanya Tanjung Kajuwulu.

Semasa kuliah dulu kalau ke Kajuwulu biasanya saat sore hari. Kali ini saya dapat kesempatan pagi hari. 

Bersama teman-teman peserta workshop Youth Task Force Anti TPPO Simpul NTT, kami bertolak dari Maumere. Sekitar pukul 06.15 WITA.

Cuaca agak mendung dan udara sangat dingin. Kami semua begitu semangat menuju Kajuwulu. Padahal malamnya kami cukup begadang karena pentas budaya dan malam perpisahan. Mungkin karena kami tahu momen kebersamaan ini tak akan terulang kali.

Perjalanan begitu heboh berkat "bis kayu" dari kampus saya. Bis kayu adalah salah satu transportasi umum di wilayah Flores. Om Leksi, si sopir, memutar lagu-lagu joget khas Flores untuk mengiringi perjalanan kami. 

Sepanjang jalan tiada henti kamera hp diarahkan entah ke bukit atau ke pantai. Semua begitu terpukau. 

Apalagi saat melintasi persawahan Kolosia. Jalan raya membelah persawahan. Padi-padi baru ditanam di petak sawah. Ini kalau sudah berbulir nanti pasti berwarna keemasan.

Di sisi kanan ada deretan bukit yang bersusun bulat-bulat hijau. Di atasnya sapi, kuda, dan kambing sedang merumput.

Kurang lebih hampir satu jam hingga kami tiba di Tanjung Kajuwulu. Oia, ini tempat wisata yang komplet. Karena menyajikan pemandangan bukit dan pantai. 

Untuk pantai akan saya tulis khusus di Bagian II. Soalnya karena waktu yang mepet kami hanya pergi ke bagian bukit saja. 

Karena hari yang masih begitu pagi, kami pun menjadi pengunjung yang pertama. Biasanya Kajuwulu akan ramai di sore hari apalagi waktu akhir pekan.

Beruntungnya kami cuaca cukup mendukung. Meski mendung belum hilang sepenuhnya. 

Di bukit Kajuwulu ada satu menara tingkat. Paling enak naik ke atas sini untuk mengambil gambar. 

Terus di sisi kanan tangga menuju puncak ada beberapa lopo beratap biru. Kita bisa duduk-duduk santai di sini.

Soal tangga di bukit ini dijuluki "Tangga Seribu". Saya sendiri belum pernah menghitung anak tangganya. Mungkin penamaan ini sebagai simbol karena saking banyak tangganya. Tangga ini  berpuncak pada Bukit Salib.

Nah, karena terhipnotis pesona Kajuwulu kelompok kami yang berjumlah sekitar 20-an orang mulai terbagi-bagi. Ada yang hanya memotret di bagian bawah saja. Tapi ada yang melaju hingga puncak. Kalau saya malah tertahan di bagian tengah dan jadi tukang foto dadakan. 

Setelah empat hari berkutat di ruang workshop yang ber-AC, Kajuwulu menjadi tempat terbaik untuk kami bersantai menghirup udara segar nan alami.

"Udaranya begitu segar. Dari atas bukit terlihat lautan biru yang luas. Sangat cocok untuk duduk dan merenung di sini" ungkap Annisa dari Wonosobo.

Annisa juga bercerita bahwa ini kali pertama ia naik bis kayu. Baginya sungguh asyik dan seru. "Naik bisa kayu itu paling berkesan buat aku. Apalagi sepanjang jalan disuguhi gunung dan laut yang indah" tuturnya. 

Nanti, bila kamu mau datang ke Kajuwulu cobalah pakai bis kayu juga. Lalu minta om sopir  putar lagu Maumere yang berjudul Jeni atau Jarang Wutik. 

Matahari semakin meninggi. Sudah jam 8 lewat. Kami pun memutuskan pulang. Saat sudah kembali ke dalam bis kayu, seorang penjaga mengikuti kami dari belakang.

"Tunggu bayar dulu. Satu orang lima ribu" ketusnya. 















Post a Comment for "Berkunjung ke Tanjung Kajuwulu (Bagian 1)"