Hanya Depan Gerbang Monas Jakarta
![]() |
Monas Jakarta |
Terkadang ekspektasi berlawanan dengan realita. Sebuah ungkapan yang bukan hanya berseliweran di media sosial, tapi juga sungguh saya alami.
Ada juga ungkapan lainnya, sudah berencana begini yang terjadi begitu. Artinya semua yang terjadi berlawanan. Bagaimana saya harus bersikap ketika mengalami ini?
Teringatlah saya pada pengalaman sewaktu di Jakarta. Kalau bicara tentang Jakarta, sampai saat ini saya merasa seperti mimpi bisa mencapai ibukota. Saya selalu bersyukur atas kesempatan ini.
Jakarta memang bukanlah suatu tolak ukur yang kaku. Bahwa kesuksesan bukan semata karena telah berada atau berhasil di Jakarta. Bukan, bukan demikian.
Namun, bukankah setiap anak muda ingin pernah pergi ke Jakarta? Menginjakkan kaki di Tanah Betawi.
Kota Metropolitan yang semasa kecil dulu hanya ada di depan layar TV, telah saya sambangi secara langsung. Sungguh banyak orang baik yang saya temui sepanjang perjalanan hidup ini.
Sewaktu akan berangkat ke Jakarta, ada dua hal yang ingin saya rasakan pengalamannya. Pertama, mencoba kereta api dan mengunjungi monas.
Untuk yang bagian pertama tak hanya kereta api, saya pun bisa mencoba KRL dan MRT. Walaupun pernah nyasar dengan "akamsi" Jakarta, Guido Sasi.
Yang kedua, saya ingin melihat Monas itu. Sekalian juga ada pesan dari teman saya Indah Mukin untuk memotret Monas. Sebelumnya ia duluan ke Jakarta, tapi tak sempat ke Monas dan harus kembali ke Maumere karena waktu yang singkat.
Jadilah, pada malam terakhir menginap di Hotel Ashley, saya bersama Fauz teman dari Kalimantan, berjalan kaki ke Monas. Kami berdua sama-sama belum pernah melihat Monas.
Kami berangkat selepas makan malam dengan berjalan kaki. Sebab katanya lokasi Monas tak jauh dari hotel
Dari hotel kami ambil salah satu jalur yang cukup ramai. Saya lupa namanya. Pokoknya banyak sekali orang berjualan kuliner malam. Jalan itu amat macet dijejali berbagai kendaraan. Tentunya terselip juga kendaraan si biru, alias bajaj. Sayangnya saya belum mencoba bajaj, hehe..
Pada jalur yang kami lintasi terdapat gedung kantor pusat Ipusnas. Betapa selama di Jakarta saya terpukau melihat banyak kantor-kantor pusat yang menjulang tinggi.
Nah, tibalah pada momen yang saya maksudkan. Ketika ekspektasi tak sesuai realita.
Kami boleh berencana untuk foto-foto di Monas. Apalagi kalau malam hari tentu akan sangat keren. Pokoknya sejak dari hotel dan sepanjang jalan, sudah banyak hal yang kami bayangkan. Buat ini dan buat itu di Monas.
Sewaktu tiba di Monas, rupanya lagi ditutup karena masih pandemi. Oia, ini kejadiannya tahun lalu tepatnya bulan April.
Mau dikata apalagi, kami datang di momen yang tak tepat. Daripada langsung pulang, kami mulai mengambil foto meski dari luar gerbang.
Selain kami ada juga para pengunjung yang berfoto di depan gerbang saja. Ada yang datang bersama keluarga, ada yang datang bersama pasangan. Mereka memakai jasa para fotografer yang ada banyak di sekitaran kompleks Monas.
Waktu keasyikan memotret, tertinggalah jacket saya di sisi halaman yang lain. Saya ingin mengambilnya. Eh, ada seorang tukang foto yang mengambil jacket itu. Saya pun mesti berlari-lari kecil mengejar dirinya. Karena ia sudah berjalan jauh dan berpikir bahwa jacket ini tak ada pemiliknya.
Usai berfoto kami pun pulang. Karena sudah agak malam juga. Mungkin kali ini hanya di depan gerbang Monas, entah kapan nanti tapi pasti kami akan masuk ke dalam sana.
![]() |
Memotret Monas dari gerbang |
![]() |
Fauz memotret saya |
![]() |
Saya memotret Fauz |
Post a Comment for "Hanya Depan Gerbang Monas Jakarta "