Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

2D1N Camping di Hutan Kolhua (Bagian 1)

Camping di Kolhua

Bercocok Paham #3: Kembali ke Alam, Mengenal Budaya

Sebelumnya saya sudah sedikit mengulas pengalaman ini dalam tulisan, Cerita dari Tiga Tenda Kemah. Kali ini saya akan membaginya dalam dua bagian cerita..

Berkisah tentang camping, saya teringat pada konten Afgan Fazri Handoko. Ia seorang influencer solo camping yang keren. 

Tentu tidak semua kita bisa berkesempatan untuk solo camping. Toh, tidak semua kita punya perlengkapan camping. Kalaupun mau melakukannya tentu butuh modal dan waktu bukan? 

Karena itu salah satu trik biar hemat adalah dengan mengikuti event camping dari komunitas. Biasanya panitia akan menyiapkan perlengkapan tenda bagi para peserta. 

Kebetulan di kota saya ada juga event camping komunitas. Kegiatan camping ini diinisiasi oleh Koalisi Kopi yang berkolaborasi dengan Komunitas Penjaga Budaya Helong (KPBH). Pada tanggal 19-20 Mei yang lalu di Hutan Kolhua. 

Dan.. inilah kisah camping kami selama satu malam dua hari satu malam (2D1N).

Kolhua: Rumah Hijau Kota Kupang

Saya berangkat dari rumah sekitar jam 12 lewat. Karena registrasi peserta mulai jam 1 siang. 

Kota Kupang sungguh terik di tengah hari. Tapi, saat memasuki area Kolhua, setelah melewati gapuranya, hawa udara terasa sejuk seketika. 

Terlihat area perbukitan dengan barisan pepohonan besar yang hijau. Sungguh Hutan Kolhua adalah paru-paru Kota Kupang. 

Saya pun tiba di titik kumpul tempat registrasi, di ujung aspal Kolhua. Sudah ada panitia dan beberapa peserta yang berkumpul di bawah pohon asam. 

“Padahal ini siang bolong. Tapi sangat sejuk di Kolhua” kata Kak Gilbert Yesaya, salah seorang panitia dari Koalisi Kopi. Ia bercerita bahwa sebelumnya panitia sudah camping dan memang sangat dingin di Kolhua apalagi kalau malam hari. 

Sementara menunggu peserta yang lain datang, saya dan dua teman membantu panitia pergi mengambil pisang rebus di rumah warga. Para warga di sini merupakan orang asli Suku Helong.

Saya sendiri baru tahu akan hal ini. Karena dulu berpikir kalau orang Suku Helong itu hanya ada di Semau. Padahal Suku Helong yang besar adalah orang-orang pertama yang menempati Kupang sebelum menjadi kota madya seperti ini. Ya, mereka adalah warga Kupang yang asli. Syukurlah saya bisa mengikuti camping ini sehingga akan banyak belajar tentang budaya Suku Helong.  

Sambutan Adat Suku Helong 

Saat hari menjelang sore ketika banyak peserta sudah berkumpul, kami pun mulai beranjak ke arena perkemahan. Jadi, dari titik kumpul ke tempat camping sekitar lima belas menit berjalan kaki. 

Kami melintasi jalan setapak di dalam hutan. Di tengah perjalanan saya terkesima dengan petak sawah yang berundak-undak. Ya, satu-satunya sawah yang berundak ini hanya ada di Kolhua. Karena kontur yang lereng di wilayah ini. Berbeda dengan tempat lain di Kupang yang datar jadi sawahnya tidak bisa berundak. Melihat pemandangan ini saya teringat persawahan di Manggarai, Flores.

Sebelum kami memasuki arena camping, rupanya ada penyambutan adat dari para warga Suku Helong. Wah, sungguh suatu acara penerimaan yang istimewa. Baru pertama kali dibuat acara penerimaan adat bagi para peserta di tempat kemah ini.

Para tetua adat dan orang muda Helong berbaris rapi menyambut kami. Mereka memakai sarung adat. Sayangnya saya lupa mencatat bahasa daerah untuk kain tersebut. Setelah pengucapan bahasa adat dan pemberian sirih pinang, kami para peserta pun resmi diterima.

Cosmas Davitson selaku Ketua Panitia dikalungi sebuah selempang tenun. Kak Rally Bistolen, Ketua KPBH, mengatakan selempang tenun tersebut merupakan hasil tenunan anak remaja di sanggar komunitas KPBH. 

Setelah acara penyambutan kami pun berdiri melingkar saling bergandeng tangan untuk menari tarian Lufut, tarian tradisional Suku Helong. Kak Rally juga menerangkan kalau tarian ini meraih rekor MURI pada April yang lalu dalam perayaan HUT ke-27 Kota Kupang.

Nobar dan Diskusi Film "Climate Witness" 

Tenda-tenda kami berdiri di tanah lapang yang luas. Di sisi barat dikelilingi dengan hutan pohon jati. Selepas pembagian tenda kepada para peserta, kami mulai mencari kayu bakar untuk api unggun. 

Oia, pisang rebus dan ubi goreng yang disiapkan warga sangat enak sekali. Apalagi sambalnya. Kami santap bersama seusai mengumpulkan kayu bakar. Ada juga teman-teman dari Maida Coffee yang menyediakan barbeque and chill. 

Sore itu walau banyak di antara kami baru berkenalan suasana langsung terjalin akrab. Kami bermain games bersama. Selalu ada saja ide-ide ice breaking dari teman-teman.

Malamnya kami nobar dan diskusi film "Climate Witness". Sebuah film pendek yang menceritakan kisah inspiratif dari Nusa Tenggara Timur. 

Kami menonton dua film pendek yang berlatar tempat di Kota Kupang dan Sumba. Selanjutnya ada diskusi bersama dengan Kak Rally dan Kak Rivani Bistolen sebagai orang muda Helong. 

Malam yang sangat dingin sekali. Untung ada api unggun yang menghangatkan. Sebelum tidur saya dan teman-teman sempat bermain Werewolf. Game yang baru pertama kali saya coba. 

Cukup sekian cerita di bagian pertama ini. Saya akan melanjutkannya pada bagian yang kedua.

Berikut saya sertakan pantun yang tak sempat saya bacakan pada malam nobar tersebut. 


Pantun Ana Flobamoratas 

Secangkir kopi hangat mengepul

Nyanyian alam tenang beralun

Malam ini ketong berkumpul 

Izinkan beta bermain pantun. 


Nona Verina dari Kota Kupang 

Abang Maman dari Kota Medan

Dari berbagai latar ketong datang

Untuk menjalin tali persaudaraan. 


Di tengah hutan tenda berdiri

Di bawah kilau ribuan bintang

Demi alam yang indah lestari

Ketong mesti terus berjuang. 


Ka Rivani memakai sarung Helong

Ka Gilbert menyeduh segelas kopi 

Mari ketong saling tolong-menolong

Demi bersama wujudkan mimpi 


Dari Kolhua membawa cinta

Pesan damai buat Kota Karang 

Demikianlah pantun dari beta

Untuk basodara yang tersayang. 


Kolhua, 20/05/23


Post a Comment for "2D1N Camping di Hutan Kolhua (Bagian 1)"