Cerita Bakso Mercun Mama Eta
Kala
beranjangsana ke desa Nita, bertandanglah ke warung Bakso Mercun. Inilah
kuliner primadona yang telah eksis selama setahun ini. Warung yang berdinding
bambu ini letaknya bersampingan dengan Paroki St. Mikhael Nita. Seakan mengisyaratkan
bahwa usai perjamuan Ekaristi, perlulah jamuan semangkuk bakso yang selangit
nikmatnya.
Baca juga: Lepo Lorun: Tenun Cinta Semesta
Setiap orang bakal terhipnotis ketika melintas di
depan warung ini. Sebab aroma bakso Mercun yang menguar di udara bagai magnet yang
menarik setiap insan.
Ketika matahari hendak condong ke Barat, saya
menyambangi warung bakso ini. Mata kami menangkap para pengunjung yang ramai
mengisi meja-meja persegi. Sebagian besar mereka ada yang berseragam khas
pegawai, rupanya dari salah satu kantor koperasi yang tak jauh dari tempat
kuliner ini. Semuanya terlihat hangat dalam percakapan sambil mengadu senduk
dan garpu demi menuntaskan bakso Mercun.
Saya disambut ramah oleh seorang perempuan paruh
baya. Ialah Mama Eta perumus resep bakso Nita. Ia mengisahkan jatuh bangun
perjuangannya dalam merintis usaha ini sejak 2 Desember 2016.
Kisah ini berawal dari kios di rumahnya, pada masa
itu ia juga menjual bakso biasa, bakso telur, bakso urat dan gorengan. “Namun,
saya rasa semua tempat juga punya hidangan bakso yang sama. Karena itu saya ingin
meracik bakso yang unik dan lebih menarik,” kata Mama Eta menerangkan
seluk-beluk bakso Mercun rakitannya. Ia lalu mencincang-cincang daging lalu diolah
dengan bumbu yang amat pedis.
Para pelanggan yang mencobanya langsung jatuh
hati pada rasa bakso baru ini. Jadi, dinamakanlah bakso Mercun, karena sensasi
pedisnya laiknya petasan yang meledak dalam mulut.
Alumni
SMAN I Maumere ini menambahkan kalau dulunya ia bercita-cita menjadi seorang
guru. Tak disangka garis takdir punya kejutan lain. Bermula dari sekadar hobi
sebagai penikmat bakso, kini berprofesi sebagai pedagang bakso.
“Jiwa berdagang
ini turun dari Mama yang dulunya penjual nasi kuning,” ungkapnya. Baginya pada
masa kini berdagang atau berwirausaha adalah suatu upaya kreatif untuk
memajukan hidup masyarakat sekitar.
Mulai
dari Tangga Paling Bawah
Semua perintis selalu
berjuang dari anak tangga paling bawah. Sosok perintis yang sejati percaya
bahwa mesti melewati masa-masa krisis, sebelum memanen buah yang manis. Demikian
pun Mama Eta. Ia perintis usaha kuliner yang telah teruji dalam jalan ketekunan.
Walau jalan tak selalu mulus bahkan hampir putus, harapannya tak pernah pupus.
Ia mengenang kembali
tantangan dan hambatan yang telah ia lewati. Mulai dari mengantar sendiri bakso
Mercun ke rumah-rumah pelanggan. Keringat dan air mata yang bercucuran selama
mempromosikan jualannya.
Tak terhindar pula cibiran dan sindiran dari orang
yang memandang sebelah mata karya tangannya. Juga tentang ampas-ampas kerugiannya
sebab penjualan tak selamanya mencapai target. Baginya segala suka-duka itu
adalah aneka bumbu yang berbaur untuk menjadi hidangan kehidupan.
“Kita tidak boleh takut
dan mudah menyerah. Jangan takut rugi, maju saja dulu. Kalau kita berani
mencoba, pastin kita akan bisa,” tuturnya. Sebab ia melihat kekurangan
orang-orang NTT pada umumnya takut gagal dan tidak bermental tangguh.
Akan
tetapi, ia juga bergembira karena para pelanggannya juga ada yang terinspirasi
darinya, sehingga ikut menjadi pengusaha bakso.
Sementara mendengar
kisahnya para pelanggan silih berganti mendatangi warung ini. Mama Eta
melemparkan senyum yang renyah dan mengucapkan terima kasih kepada mereka.
Kisahnya juga memotivasi
kaum muda untuk tidak boleh takut bermimpi. Melalui jalan berwirausaha kaum
muda mampu mewujudkan impian tersebut. Sudah saatnya generasi muda NTT bergerak
dalam bidang wirausaha.
Bukankah ketika yang
sarjana muda yang lain sibuk mencari pekerjaan, harus ada pula kaum muda yang gigih
membuka lapangan usaha baru. Mama Eta percaya bahwa sesungguhnya generasi muda
zaman now juga memiliki potensi besar
dalam memajukan tanah air, khususnya Nian Tana Sikka.
Pada penghujung
perbincangan kami, ketika ditanya tentang harapannya ke depan, ia menandaskan
demikian: “Semoga usaha ini tetap maju, tetap menjaga cita rasanya dan semakin
menginspirasi para wanita dan kaum muda.”
Tak lama berselang ia
membawa semangkuk bakso Mercun (yang
untungnya gratis, hhha). Ah, aromanya yang terbang ke pucuk hidung ini
telah menghipnotis saya sekali lagi. Tentunya Anda juga ingin mencicipnya,
bukan? Mari datang dan nikmatilah...
*) Tulisan ini pernah diterbitkan oleh Buletin Surat Cinta Rafael, pada penghujung 2019.
Asyik dibaca: Lengan Dahan dan Puisi Lainnya
Sobat, apa bakso andalan di kotamu? Hhha..
ReplyDeleteKota Kuoang.
DeleteBakso99 dan Bakso pohon asam depan hotel carvitaπ
Bakso mercon area Braii π tpi yg ini wajib coba jga ya
DeleteKalau bisa kesana...saya akan mampir dan mencoba bakso Mama Eta...
DeleteTrima kasih sobat semua. Salam blogger Suara Kenangan.
DeleteLv uπ
ReplyDeleteLebih Lv lagi klo resep baksonyanya bisa dijadiin oleh2 liburan tuk dicoba di rmh hehe
DeleteTrims adeku Rya n sobat Eman Kosat yg budiman, bagi unu punya resep rahasia jga, hha..
DeleteWah pernah saya pernah pergi sekali ni, wkwkwk
ReplyDeleteAyo pergi lagi tuk kali kedua, wkwkwk..
DeleteAndalan di Ende BAKSO SOLO BARU..heehhehe
ReplyDeletePatut dicoba, hhaa..
DeleteRasa baksonya yg jujur, pengalaman yg memotivasi. Terimakasih penulisππ
ReplyDeleteAhaha, terima kasih, ine Christie.
DeleteEja... Mantap la... Sy juga sering merasakan keramahan yg sama di Warungnya mama Etha... Baksonya juga enak... Mantap2 Brogan...
ReplyDeleteThanks juga Eja Youtuber. Kapan traktir beta, hha..
DeleteKerenlah temπππππ
ReplyDeleteThanks Tem.
DeleteSelalu keren, Yos. Sukses selalu e.
ReplyDeleteTerima kasih, Ka Mario selalu berkunjung.
DeleteMantao nana.
ReplyDeleteIyo, ga.
DeleteAhahaha kisah yang sangat inspiratif ka'e,,,co kirim bakso ke Katrangan Doloππ
ReplyDeleteAhaha, ongkir tanggung sendiri yah ke Akasia.
Delete