Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita dari Kampung Sorgum Likotuden di Flores Timur


(Kampung sorgum Likotuden Flores Timur)

“Hujan batu di negri sendiri, hujan emas di negri orang”. Peribahasa ini seperti magnet yang menarik orang untuk mengadu nasib di tanah orang.

Demikian pun di NTT. Mayoritas lahannya semikering dengan kemarau berkepanjangan. Lapangan kerja untuk bertani pun terbatas. Inilah salah satu penyebab banyak warga mencari peruntungan di luar NTT.

Tak hanya itu, problem kemiskinan juga mendera NTT. Seturut data BPS pada Maret 2022, NTT menempati posisi ketiga sebagai provinsi termiskin (detik.com, 17/07/22).

Di tengah dua persoalan ini, sorgum pun hadir sebagai solusi alternatif. Sorgum mampu tumbuh di lahan marginal yang ekstrem dan tahan hama penyakit.

Seperti di Desa Likotuden. Sejak 2014 para warga mulai menanam sorgum. Walau lahan di desa ini terhitung amat kering di wilayah Flores Timur, sorgum mampu bertumbuh subur.

Sebenarnya sorgum merupakan pangan lokal warisan leluhur. Namun, karena regulasi yang lebih memprioritaskan padi, sorgum pun terasing di tanah sendiri. Padahal tidak semua daerah nusantara cocok ditanami padi.

Sebelum ada sorgum, para warga di desa ini nyaris melupakan ladang, karena padi dan jagung yang selalu gagal panen. Tak jarang ada warga yang merantau akibat krisis ini.

Tetapi kini berkat adanya sorgum para warga dapat berdaya di kampung sendiri. Sorgum telah membuka banyak lapangan kerja baru. Tak hanya berdampak bagi ekonomi warga, sorgum juga bermanfaat sekali bagi kesehatan.

Sorgum terbukti memiliki segudang nutrisi tinggi. Cocok bagi penderita diabetes karena rendah kadar gula. Sorgum pun dapat berperan dalam pencegahan gizi buruk yang marak pada balita di NTT pada umumnya.

Desa Likotuden yang kini berjulukan Desa Sorgum tentu memiliki potensi agrowisata. Tak hanya belajar tentang budidaya sorgum. Kita dapat melihat proses tenun ikat dari mama-mama desa ataupun berpelesir ke pantai berpasir putih di sini.

Selain Pantai Pasir Putih (sayangnya saya sendiri belum sempat ke sini meski jaraknya tidak jauh dari kampung) ada juga pantai lainnya. Ada pantai di belakang kebun sorgum maupun rumah warga. 

Pantai-pantai tersebut masih jarang dikunjungi, adapun dipakai untuk menambatkan sampan warga. Kamu bisa berburu foto bintang laut di tepi pantai. Tapi ingat mesti dikembalikan pada habitat aslinya di sini.

Kisah sorgum dari Desa Likotuden dapat menjadi contoh bagi wilayah lain yang ditimpa persoalan serupa.

Dengan demikian, hujan batu di tanah sendiri dapat berganti menjadi hujan sorgum yang melimpah dari tahun ke tahun.



















Post a Comment for "Cerita dari Kampung Sorgum Likotuden di Flores Timur "