Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menyusuri Lorong Kota Lama Kupang

Ada sepenggal kisah ketika saya menyusuri lorong-lorong Kota Lama Kupang. Pada hari Rabu 17 Mei yang lalu saya pergi ke sana untuk sekedar mengambil foto. 

Saya mengambil rute awal dari Tugu Pancasila. Ada tiga-empat tukang ojek yang duduk di tugu tersebut. Walau sering dikenal sebagai Tugu Pancasila, namanya yang sebenarnya adalah Tugu HAM. Saya baru mengetahuinya setelah melihat sebuah prasasti dengan keterangan bahwa tugu ini dibangun sejak 1945. 

Sewaktu mencari informasi di Om Google terkait tugu ini, rupanya ada begitu banyak kisah sarat sejarah. Kisah perjuangan para pemuda Timor dibawa komando Max Rihi. Juga kisah Soekarno yang selalu datang ke tugu ini bila berkunjung ke Kota Kupang. 

Tugu ini pun hanya ada satu di Indonesia. Nah, mungkin saya akan menulisnya secara lebih khusus nanti. 

Sayangnya, walau tugu ini sudah sama usianya dengan Indonesia, penampakannya seperti kurang terurus. Hal ini nampak kontras dengan banyaknya taman-taman baru yang dibangun di Kota Kupang. 

Setelah dari tugu saya pun melintasi Jembatan Selam ke arah pertokoan. Kendaraan yang melintas begitu ramai, karena ini sudah sore hari. Suasana yang ramai bertambah hingar-bingar dengan dentuman musik dari bemo-bemo Kupang. Mungkin nanti akan saya tuliskan juga cerita tentang transportasi khas Kota Kupang ini. 

Di area pertokoan, selain ada toko yang masih beroperasi, ada pula yang sudah lama tidak terpakai. Atapnya berkarat penuh lubang dan dindingnya berlumut hitam kering. 

Saya pun berbelok masuk ke area ke Jl. Tongkol. Jalan di lorong-lorong ini bukan dari aspal, teksturnya seperti bertonjolan. Apakah itu paving block?

Sepanjang lorong ini saya banyak mengambil foto. Karena dindingnya penuh warna-warni lukisan. Ada grafiti dan gambar-gambar bernuansa budaya lokal. Sayangnya lukisan-lukisan itu ada yang dicoret ada juga yang pada temboknya ditumbuhi tanaman liar dan menjalar, sehingga terhalang. 

Dari lorong pertama yang saya susuri di ujungnya ada sebuah cafe yang besar. Tapi sebelum cafe itu berdiri Kantor Kelurahan LLBK. Kepanjangan dari LLBK adalah Lahi Lai Bissi Kopan. Nama kelurahan ini tidak lepas dari budaya Helong. Kata Kopan sendiri menjadi asal mula nama Kupang. Fyi, di depan kantor lurah terdapat sebuah papan peta. Jadinya, bisa mengetahui rute dan wilayah sekitar situ. 

Selama menyusuri lorong-lorong ini saya tidak sempat berinteraksi dengan orang-orang sekitar, karena cepat-cepat saja. Alhasil kurang dapat informasi terbaru. Padahal asyik kalau saya bertanya pada para tukang parkir atau mama-mama penjual jagung bakar. 

Saya lebih memilih menikmati setiap lukisan yang ada pada tembok ini. Apakah semua gambar ini dikerjakan dalam suatu event bersama begitu? Karena terlihat semuanya masih nampak baru dan seperti dikerjakan pada waktu yang sama. Tentu ini karya-karya anak Kota Kupang.

Saya suka pada semua lukisan di tembok-tembok ini. Begitu ekspresif dan simbolis. Satu yang saya suka ialah lukisan telepon umum jadul yang berwarna biru itu. Tentu secara fisik tak akan ditemukan lagi telepon umum itu, karena kebanyakan orang sudah memiliki hp masing-masing. Adanya lukisan telepon umum itu jadi penanda yang bermakna sekali. 

Saya juga tertarik pada tulisan 'Maloi Kupang'. Artinya adalah, Melihat Kupang. Jadi, kapan nih kamu datang melihat Kupang? 

Saya pun menutup perjalanan dengan pergi ke arean pantai. Pantai Lahi Lai Bissi Kopan. Area wisata ini selalu ramai setiap sore. Mungkin juga nanti saya akan menuliskannya. Btw, sudah berapa kali saya bilang mungkin akan menuliskannya? Foto cerita ini saya tutup dengan potret mercusuar kala senja. 














Post a Comment for "Menyusuri Lorong Kota Lama Kupang "